Podium.com

Sabtu, 06 April 2019

Pinjaman Online, Bantuan atau Jebakan?

April 06, 2019 2
Pinjaman Online, Bantuan atau Jebakan?


Kasus pinjaman online atau sering disebut Pinjol kembali mencuat dan menggemparkan masyarakat Indonesia. Pasalnya, seorang laki-laki bernama Zulfadhli, yang kesehariannya bekerja sebagai sopir taksi online nekad mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di kamar indiekos milik rekan kerjanya di kawasan Mampang, Jakarta Selatan (11/2/2019). Setelah diusut, penyebabnya diduga kuat karena tunggakan hutang, yang dipinjam secara online, dan terus membengkak (Kumparan.com, 2019).

Kematian bapak yang meninggalkan seorang istri dan tiga anak ini terasa begitu dramatis. Sebelum melakukan aksi nekadnya, korban sempat menuliskan pesan terakhirnya pada sepucuk surat. Surat yang ditemukan tak jauh dari jasad korban itu berisi perminaan maaf korban kepada keluarganya karena telah membuat susah serta menasihati anak-anaknya agar tidak menjadi orang yang sombong. Selain itu, korban juga meminta pihak berwajib untuk memberantas pinjaman online yang ia sebut dengan istilah “jebakan setan”.

Dari kasus tersebut, yang menjadi sorotan utama serta menimbulkan kecaman publik adalah bagaimana pihak pemberi pinjaman melakukan “teror” dengan menyebarkan pesan singkat kepada keluarga dan rekan korban bahwa si korban memiliki hutang yang belum dibayar. Hal ini disinyalir membuat korban menjadi malu dan stress (financial.bisnis.com, 2019).

Sebelum dapat melakukan pinjaman, proses pengambilan data pribadi nasabah memang sudah masuk dalam syarat dan ketentuan awal penggunaan aplikasi (BBC.com, 2018). Inilah yang menyebabkan data, termasuk kontak orang-orang terdekat korban bisa bocor. Ditambah lagi, hal ini kurang disadari oleh sebagian nasabah.

Kasus pinjaman online bermasalah sebenarnya bukan pertama kali terjadi. Bahkan sejak 2016, LBH Jakarta saja telah menerima pengaduan dari 283 orang terkait pinjaman online (BBC.com, 2018).

Meski telah banyak aduan serta memakan korban jiwa, aktivitas semacam ini terus berlanjut hingga sekarang. Dikutip dari (BangkaPos, 2018), berdasarkan penelusuran pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2018, sedikitnya ada 227 fintech P2P (peer to peer) Lending yang digolongkan illegal. Masing-masing flatform tersebut diperkirakan memiliki 100 ribu anggota. Dari 227 fintech lending ilegal tersebut, sebagian besar dikembangkan oleh developer dari China.

Pemerintah sebenarnya tidak berdiam diri. Otoritas Jasa Keuangan melalui Satuan Tugas Waspada Investasi telah menghentikan sebanyak 231 penyelenggara pinjaman online per Februari 2019 (tirto.id, OJK Setop 231 Layanan Pinjaman Online Ilegal per Februari 2019, 2019). Satgas ini juga telah menyiapkan sejumlah upaya dan penanganan lainnya terhadap P2P lending illegal seperti mengumumkan daftarnya, mengajukan blokir kepada Kementerian Kominfo, memutus akses keuangan P2P lending ilegal hingga menyampaikan laporan kepada Bareskrim Polri untuk ditindak secara hukum.


Menggiurkannya Pinjaman Online
Perkembangan fintech dewasa ini memang cukup menggeliat dan diperkirakan akan terus tumbuh ke depannya. Fintech atau financial technology adalah sebutan untuk sebuah inovasi di bidang jasa keuangan menggunakan media digital. Inovasi yang ditawarkan Fintech sangat luas dan dalam berbagai segmen, baik itu B2B (Business to Business) hingga B2C (Business to Consumer). Beberapa contoh bisnis yang tergabung di dalam Fintech adalah: proses jual beli saham, pembayaran, peminjaman uang (lending) secara peer to peer, transfer dana, investasi ritel, perencanaan keuangan (personal finance), dan lainnya. Bank Indonesia mengklasifikasikan fintech menjadi empat, yakni crowdfunding & P2P lending, market aggregator, risk and invesment management, serta payment, sattlement, dan clearing.

Pinjaman Online termasuk hasil dari perkembangan fintech. Terlepas dari cerita kelam penagihan tidak beretika yang dilakukan salah satu penyedia pinjaman online, bagaimanapun juga pinjaman online seperti memiliki medan magnet yang kuat. Ada banyak keuntungan yang bisa didapat nasabah dari pinjaman online seperti proses yang cepat, persyaratan mudah dan tanpa agunan (Liputan6.com, Wajib Tahu Kelebihan dan kekurangan Pinjaman Online Cepat, 2019). Hal ini tentu berbeda jika melakukan peminjaman kepada perbankan. Di tengah kondisi ekonomi yang tidak pasti, termasuk harga-harga kebutuhan yang merangkak naik sedang pendapatan masih stagnan, membuat masyarakat terkadang sulit memenuhi kebutuhannya. Tak heran, pinjaman online akhirnya menjadi sandaran terakhir.

Di samping banyaknya penyedia pinjaman online yang ilegal, juga terdapat beberapa yang telah mengantongi izin. Berdasarkan data dari OJK yang diumumkan pada 1 Februari 2019, terdapat 99 perusahaan pinjaman online yang resmi terdaftar (tirto.id, OJK Rilis 99 Pinjaman Online Resmi per Februari 2019, 2019). Selain itu juga ada 117 yang masih dalam proses pengajuan izin di OJK.

Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) memprediksi penyaluran pinjaman melalui fintech bisa tumbuh dua kali lipat di tahun ini. Adapun nilai penyaluran pendanaan melalui fintech mencapai Rp 22 triliun hingga akhir 2018. Adapun pada akhir Januari 2019, penyaluran pinjaman fintech P2P Lending mencapai Rp 25,59 triliun. Dari sisi lender, sudah ada 267.496 entitas yang memberikan pinjaman kepada lebih dari 5 juta masyarakat dengan lebih dari 17 juta transaksi.  (Liputan6.com, Penyaluran Pinjaman Online Diprediksi Tumbuh Dua Kali Lipat Tahun Ini, 2019).


Berhutang dalam Tinjauan Islam
Islam membolehkan terjadinya transaksi hutang-piutang atau dalam istilah bahasa Arab disebut Al-Qardh. Bahkan memberikan pinjaman sangat dianjurkan karena hal itu dapat membantu meringankan beban orang lain.

Adapun makna Al-Qardh secara etimologi (bahasa) ialah Al-Qath’u yang berarti memotong. Harta yang diserahkan kepada orang yang berhutang disebut Al-Qardh, karena merupakan potongan dari harta orang yang memberikan hutang. Sedangkan secara terminologis (istilah syar’i), makna Al-Qardh ialah menyerahkan harta (uang) sebagai bentuk kasih sayang kepada siapa saja yang akan memanfaatkannya dan dia akan mengembalikannya (pada suatu saat) sesuai dengan padanannya (Wasitho, 2010).

Penting bagi setiap mukmin untuk memperhatikan syarat-syarat hutang seperti harta yang dihutangkan adalah harta yang jelas dan murni kehalalannya, pemberi piutang/pinjaman tidak mengungkit-ungkit atau menyakiti penerima pinjaman, pemberi piutang/pinjaman berniat mendekatkan diri kepada Allah dengan ikhlas, hanya mengharap pahala dan ridho dari-Nya semata dan pinjaman tersebut tidak mendatangkan tambahan manfaat atau keuntungan sedikitpun bagi pemberi pinjaman karena hal tersebut merupakan riba.

Dalil-dalil mengenai hutang-piutang diantaranya.
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (Q. S. Al-Baqarah : 245).
Nabi Saw. juga bersabda:
“Setiap muslim yang memberikan pinjaman kepada sesamanya dua kali, maka dia itu seperti orang yang bersedekah satu kali.” (HR. Ibnu Majah II/812 no.2430, dari Ibnu Mas’ud . Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Albani di dalam Irwa’ Al-ghalil Fi Takhrij Ahadits manar As-sabil (no.1389).).
Sementara dari Ijma’, para ulama kaum muslimin telah berijma’ tentang disyariatkannya hutang piutang (peminjaman).

Meskipun berhutang diperbolehkan, namun bukan berarti umat Islam bisa menjadikan berhutang sebagai budaya. Hutang juga tidak boleh melanggar syariat Islam. Ada banyak risiko bahkan ancaman yang sebenarnya bisa dihadapi orang-orang yang berhutang. Inilah yang sangat perlu diperhatikan sebelum berhutang.

“Sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (HR. Bukhari).

“Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali hutangnya.” (HR. Muslim III/1502 no.1886, dari Abdullah bin Amr bin Ash).

“Barangsiapa yang rohnya berpisah dari jasadnya dalam keadaan terbebas dari tiga hal, niscaya masuk surga: (pertama) bebas dari sombong, (kedua) dari khianat, dan (ketiga) dari tanggungan hutang.” (HR. Ibnu Majah II/806 no: 2412, dan At-Tirmidzi IV/138 no: 1573. Dan di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albani).

Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan menanggung hutang satu Dinar atau satu Dirham, maka dibayarilah (dengan diambilkan) dari kebaikannya; karena di sana tidak ada lagi Dinar dan tidak (pula) Dirham.” (HR. Ibnu Majah II/807 no: 2414. dan di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albani).


Saatnya Menjadikan Islam Sebagai Jalan Penyelesaian
Meskipun mendatangkan beberapa keuntungan dan membantu masyarakat, pinjaman online juga bisa berlaku sebaliknya. Berkaca dari fenomena di atas, ada sejumlah hal yang perlu dikritisi bersama.

Pertama adalah pemberi pinjaman online yang tak ubahnya seperti rentenir digital. Meski memberikan kemudahan bagi nasabah yang memerlukan pinjaman secara cepat, namun penggunaan data privasi serta menyebarkan informasi yang bersifat pribadi kepada orang lain tentu sudah sangat keterlaluan bahkan bisa dikategorikan melanggar hukum.

Dikutip dari (tirto.id, OJK Setop 231 Layanan Pinjaman Online Ilegal per Februari 2019, 2019), Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L Tobing menegaskan bahwa OJK telah melarang penyelenggara pinjaman online untuk mengakses daftar kontak dan informasi pribadi dari smartphone nasabah. Termasuk juga meminta agar ada transparansi mengenai risiko dan tingkat bunga yang ditawarkan. Namun parahnya, jumlah penyedia pinjaman online ilegal kini semakin banyak. Itu berarti, peluang terjadinya kasus yang sama bukan hal yang tidak mungkin.

Kedua, kecenderungan masyarakat saat ini yang ingin mendapatkan pinjaman secara mudah tanpa melihat dampak yang ditimbulkan. Secara pengelolaan keuangan, salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan sebelum meminjam adalah kemampun untuk membayar cicilan serta tingkat risiko yang harus ditanggung. Hanya saja, kadangkala dalam kondisi tertekan dan mendesak, nasabah cenderung mengabaikan hal ini. Sering terjadi justru masyarakat meminjam uang hanya untuk melunasi hutang yang lainnya atau “gali lobang tutup lobang”.

Selain itu, yang paling krusial sebenarnya adalah rendahnya kesadaran masyarakat terhadap dosa riba. Padahal sudah sangat jelas bahwa pinjaman tersebut mengandung bunga alias riba. Di dalam pinjaman online, sebagaimana pinjaman-pinjaman konvensional lainnya, tentu saja pihak pemberi pinjaman menetapkan bunga yang harus dibayarkan nasabah.

Bunga sendiri sama halnya dengan riba. Secara syar’i riba bermakna setiap tambahan (ziyadah) atau keuntungan yang diambil terhadap suatu hutang piutang sebagai imbalan terkait waktu. Baik itu keuntungan atau manfaat lainnya, dipandang dari hukum syara, tidak diperbolehkan untuk diambil. Haditsnya sebagai berikut.

“Jika seorang menghutangkan uang kepada orang lain, janganlah ia menerima hadiah (darinya).” (HR. Bukhari)

“Manfaat yang ditarik dari hutang adalah salah satu cabang riba.” (HR. Baihaqi).

“Kamu hidup di dalam sebuah negeri di mana riba tersebar luas. Karena itu, jika salah seorang berhutang kepadamu dan ia memberikan sekeranjang rumput atau gandum atau jerami, janganlah kamu terima, karena itu adalah riba.” (HR. Bukhari).

“Jika salah seorang di antara kalian memberi hutang (qardh), lalu ia diberi hadiah (oleh penghutang) atau si penghutang membawanya di atas kendaraannya maka jangan ia menaikinya dan jangan menerima hadiah itu, kecuali yang demikian itu biasa terjadi di antara keduanya sebelum utang piutang itu.” (HR. Ibn Majah).

Orang-orang yang terlibat dalam aktivitas riba akan mendapat dosa yang begitu besar. Allah Swt. telah berfirman.

“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual-beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa yang mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (TQS. Al-Baqarah [2]: 275).

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa (menghalalkan riba dan tetap melakukannya).” (TQS. Al-Baqarah [2]: 276).

“Maka jika kamu tidak melaksanakannya (meninggalkan riba), maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasulnya….”( TQS. Al-Baqarah [2]: 279).

“Riba itu mempunyai 73 pintu, sedangkan yang paling ringan adalah seperti seseorang yang menzinahi ibu kandungnya sendiri.” (HR. Ibn Majah dan Al-Hakim).

“1 dirham riba yang dimakan oleh seseorang, sementara ia tahu, lebih berat (dosanya) daripada berzina dengan 36 pelacur.” (HR. Ahmad dan ath-Thabrani).

“Rasulullah Saw. melaknat orang yang memakan riba, yang memberi makan dengan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Beliau bersabda; mereka semua sama.” (HR. Muslim).

Saking bahayanya, riba tidak saja menjadi tanggungan individu, tetapi ia juga bisa berdampak lebih luas bahkan bagi orang-orang yang tidak memakan riba sekalipun. Sebagaimana hadits dari al-Hakim.

“Jika telah nampak nyata zina dan riba di suatu negeri, maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan sendiri (turunnya) azab Allah (kepada mereka).”
  
Demikianlah banyak sekali dalil yang memberikan ancaman kepada pelaku riba. Lantas mengapa tidak takut dengan semua itu dengan terus melakukan praktik riba bahkan mendukungnya dengan berbagai macam dalih. Dengan memahami dalil di atasnya, harusnya bisa mencegah khususnya umat muslim untuk tidak terlibat dalam perbuatan riba.

Ketiga, inilah yang paling penting, yakni harus adanya kekuatan negara. Berkembangnya penyedia pinjaman online, yang itu berarti juga berkembangnya pelaku riba, tidak lain akibat tidak dijadikannya Islam sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan. Harusnya ketika Islam telah menjadi dasar dalam setiap aspek kehidupan, maka hal-hal yang menyalahi syariat Islam termasuk aktivitas riba akan dengan mudah diberantas secara sistemik, berkelanjutan, dan berkekuatan hukum oleh pemangku kekuasaan. Pinjaman online yang jelas mengandung riba harus dihilangkan bukan saja karena merugikan masyarakat, melainkan sebagai wujud untuk melaksanakan perintah Allah. Cara ini jauh lebih efektif dan cepat ketimbang hanya berharap pada individu ataupun kelompok Ormas tertentu untuk memberantasnya.

Kita juga tidak bisa hanya berharap pada individu masyarakat untuk membentengi diri masing-masing agar tidak melakukan riba dengan memberikan edukasi dan sebagainya. Padahal akses untuk melakukan perbuatan riba begitu dekat dan jelas. Belum lagi tidak ada edukasi yang dilakukan secara luas. Ibarat menyuruh individu masyarakat untuk bisa bela diri sehingga ketika ada maling yang masuk rumah, individu tersebut bisa melawannya, sedangkan pintu dan jendela rumah tidak pernah dikunci. Itupun bagi mereka yang mau belajar bela diri. Lantas, bagaimana dengan mereka yang tidak mau?

Hal inipun berlaku untuk masalah lainnya. Seperti misalnya, bagaimana mungkin mengatasi kerusak moral anak-anak muda sedangkan tempat-tempat maksiat (seperti lokalisasi dan diskotik), LGBT, pornography, kebebasan berpakaian yang itu memperlihatkan aurat, tontotan tidak mendidik, dan lainnya dibiarkan begitu saja. Memberantas semua itu tentu tidak bisa jika hanya dilakukan kelompok tertentu apalagi perorangan, melainkan perlu adanya legitimasi kekuasaan.

Adanya penyelenggaraan negara dengan berpedoman pada Islam, juga mampu mendidik masyarakat sehingga muncul kesadaran untuk menghindari transaksi yang mengandung riba. Edukasi yang dilakukan secara terus menerus serta diimbangi dengan penerapannya secara praktis di lapangan akan mampu menciptakan perubahan dalam masyarakat. Dari sini jugalah akan tercipta masyarakat yang memiliki pemikiran, perasaan, dan peraturan hidup yang sama, yakni Islam itu sendiri.

Karena itu, sudah seharusnya solusi dari semua masalah di atas termasuk masalah-masalah lainnya adalah dengan mengembalikan Islam sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan. Termasuk dalam langkah-langkahnya adalah dengan terus berjuang mendakwahkannya agar dapat mengembalikan Islam ke tengah-tengah umat yang sekarang sedang digerogoti banyak faham  menyesatkan seperti liberalisme, kapitalisme, sekularisme, feminisme, kebebasan, dan sebagainya. Kita semua menunggu ketika Islam kembali berjaya di bumi Allah Swt. sebagaimana dulu sejarah yang sudah pernah menulisnya dengan tinta emas peradaban manusia.

Sesungguhnya Islam adalah keselamatan, kemaslahatan, dan kedamaian. Wallahu a’lam bisshawab.

 sumber gambar : merahputih.com

Daftar Pustaka

BangkaPos. (2018). Hindari 227 Pinjaman Online Ilegal Ini, OJK Sebut Ada Yang Dikembangkan China. http://bangka.tribunnews.com/2018/07/29/hindari-227-pinjaman-online-ilegal-ini-ojk-sebut-ada-yang-dikembangkan-china.
BBC.com. (2018). Pinjaman Online dan Penyebaran Data Nasabah: Aksi Rentenir Digital. https://www.bbc.com/indonesia/trensosial-46107193.
financial.bisnis.com. (2019). Viral Bahaya Pinjaman Online, Kerahasiaan Data Pribadi Jadi Sorotan. Jakarta: https://finansial.bisnis.com/read/20190326/89/904586/viral-bahaya-pinjaman-online-kerahasiaan-data-pribadi-jadi-sorotan.
Kumparan.com. (2019). Sopir Taksi yang Bunuh Diri Karena Utang Online Tinggalkan Tiga Anak. https://kumparan.com/@kumparannews/sopir-taksi-yang-bunuh-diri-karena-utang-online-tinggalkan-3-anak-1549961826310779910.
Liputan6.com. (2019). Penyaluran Pinjaman Online Diprediksi Tumbuh Dua Kali Lipat Tahun Ini. Jakarta: https://www.liputan6.com/bisnis/read/3912152/penyaluran-pinjaman-online-diprediksi-tumbuh-dua-kali-lipat-tahun-ini.
Liputan6.com. (2019). Wajib Tahu Kelebihan dan kekurangan Pinjaman Online Cepat. https://www.liputan6.com/bisnis/read/3897753/wajib-tahu-kelebihan-dan-kekurangan-pinjaman-online-cepat.
tirto.id. (2019). OJK Rilis 99 Pinjaman Online Resmi per Februari 2019. https://tirto.id/ojk-rilis-daftar-99-pinjaman-online-resmi-per-februari-2019-dgMH.
tirto.id. (2019). OJK Setop 231 Layanan Pinjaman Online Ilegal per Februari 2019. https://tirto.id/ojk-setop-231-layanan-pinjaman-online-ilegal-per-febuari-2019-dg1q.
Wasitho, M. (2010, Juni 27). Keutamaan dan Bahaya Hutang Piutang Dalam Pandangan Islam. Majalah Pengusaha Muslim Edisi 12, Volume 1. Retrieved from abufawaz.wordpress.com: https://abufawaz.wordpress.com/2011/06/27/%D8%A3%D8%AD%D9%83%D8%A7%D9%85-%D8%A7%D9%84%D9%82%D8%B1%D8%B6-%D9%81%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D9%81%D9%82%D9%87-%D8%A7%D9%84%D8%A5%D8%B3%D9%84%D8%A7%D9%85%D9%8A-keutamaan-dan-bahaya-hutang-piutang-menurut/


Sabtu, 16 Maret 2019

Nanti-Nanti Tiba-Tiba Mati

Maret 16, 2019 0
Nanti-Nanti Tiba-Tiba Mati



Dulu-tapi tidak terlalu lama, dalam sebuah forum diskusi, seorang perempuan bertanya. Ia menanyakan bagaimana jika ada seseorang yang sangat sulit diajak mengkaji Islam dengan alasan klasik; SIBUK. Sibuk di sini bermacam-macam. Subjeknya adalah mahasiswa, maka bisa kita bayangkan kesibukan itu bisa berupa tugas yang menumpuk, kerja kelompok, kegiatan organisasi-jika dia seorang yang aktif di organisasi, buku-buku perkuliahan yang harus ia baca dan pahami. Atau kalau kita sedikit berprasangka buruk, kesibukannya juga meliputi bermain game, nonton drama korea atau sinetron, dan mungkin pula jalan-jalan sambil jepret-jepret dan update status.

Saat itu kebetulan saya bertindak sebagai moderator yang memandu acara termasuk memandu sesi diskusi dan pertanyaan. Setelah minta izin dengan narasumber utama, saya mencoba untuk menjawab pertanyaan yang membuat saya gregetan tersebut.

Pertanyaan itu saya jawab pula dengan pertanyaan. Saya katakan, “kalau tidak bisa mengkaji Islam karena alasan sibuk, pertanyaan saya, apakah orang yang sekarang mengkaji Islam adalah orang yang tidak sibuk?” begitu kata saya. Tak ada yang menjawab. Beberapa peserta laki-laki terlihat menganggung-angguk saja. Entah karena paham atau bahkan sebaliknya.

Pernyataan semacam itu sebenarnya lumrah terjadi. Sayapun beberapa kali pernah merasakannya. Bukan lagi dalam bentuk pernyataan, tapi sudah sampai pada perbuatan. Dapat dipahami pula, bahwa mahasiswa dengan segala macam pandangan hidupnya selalu ada kecenderungan untuk beralasan itu. Tak terkecuali diri saya sendiri, bisa saja itu terjadi.

Bicara mengenai kesibukan tadi, perlu kita dudukkan terlebih dahulu inti permasalahannya. Pada hakikatnya, setiap orang pasti memiliki banyak urusan yang harus diselesaikan, yang itu kemudian membuatnya banyak kesibukan. Kita studi kasus saja. Dalam kasus mahasiswa-seperti saya singgung di paragrap sebelumnya, bahwa kita memiliki banyak sekali kesibukan. Ada tugas perkuliahan yang harus kita kerjakan. Jumlah dan tingkat kesulitan dari tugas tersebut bisa membuat kita harus memeras otak lebih keras dan tentunya lebih banyak waktu yang diperlukan. Belum lagi bagi yang sudah semester tua, bisa kita bayangkan sendiri bagaimana tugas-tugas itu akan menjadi layaknya hantu yang selalu membayangi setiap langkah kaki.

Apakah kesibukan berhenti sampai di situ? Tentu belum. Masih ada kesibukan lain semisal keperluan pribadi dan kos-kosan. Dalam hal ini sebagai mahasiswa perantauan, semua harus dikerjakan secara mandiri, bukan?. Mulai dari memasak, mencuci pakaian & sepatu, mencuci piring, bersih-bersih kamar, mengisi galon, bahkan sampai membersihkan kamar mandi-kalau di tempat tersebut ada aturan piket semacam itu. Ada pula tuntutan dan rasa rindu untuk bisa pulang ke kampung halaman menjenguk orang tua. Kalau sudah seperti itu, jangankan mau berangkat ke majelis ilmu, menjaga kamar agar tidak seperti kapal perang yang kalah perang saja amat sulit untuk dibayangkan.

Umumnya begitulah wujud dari istilah “sibuk” itu sendiri. Ya, seputar kuliah dan kos. Namun, bagi mereka yang aktif dalam organisasi, kesibukan masih berlanjut. Yuhuu.

Kesibukan dalam organisasi tentu beragam bentuknya tergantung jabatan apa yang sedang diemban. Hal ini amatlah wajar karena hierarki jabatan memberikan jobdesc dan wewenang yang berbeda di tiap tingkatannya. Semakin ke atas, tugas akan semakin banyak dan kompleks. Perbedaan ini juga masih terlihat pada jenis organisasi tersebut. Antara komunitas kepenulisan akan berbeda beban tugasnya dengan komunitas yang bergerak di bidang sosial.

Dalam organisasi, yang sering terjadi dan dialami semua pengurus adalah rapat. Rapat di sini bermacam-macam tergantung keperluan. Bisa rapat program kerja, rapat divisi, rapat kepanitiaan, rapat evaluasi, dan rapat-rapat lainnya. Proses rapat juga tidak selalu berjalan lancar. Bisa jadi harus ada drama kemoloran waktu mulai, perdebatan dengan air mata berderai-derai, saling menjatuhkan, hingga saling menasihati. Tentu saja, waktu, tenaga, dan fikiran cukup terkuras di sini. Begitupula dengan jobdesc yang diberikan dan harus dikerjakan.

Kurang lebih seperti itu kesibukan yang mengelilingi kita (mahasiswa). Menyelesaikan semua itu tentu tergantung cara yang kita terapkan, termasuk bagaimana membagi dan mengalokasikan waktu. Ada yang mampu menyelesaikan dengan baik dan tepat waktu, namun tak sedikit yang keteteran dengan semua itu. Tugas-tugas tersebut jangan kira hanya datang sebulan atau seminggu sekali. Bisa jadi, justru setiap hari.

Bicara tentang mahasiswa, sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari yang namanya kewajiban. Mahasiswa wajib belajar dengan baik, mengerjakan tugas yang diberikan dosen, tugas organisasi jika ada, dan sebagainya. Memang sudah seharusnya begitu tatkala menjadi seorang mahasiswa. Dosen saya sendiri pernah mengatakan, justru aneh jika seorang mahasiswa tidak mendapat banyak tugas. Kalau tidak mau dapat banyak tugas, kembali ke SD saja, mau?

Dari sini, bisa kita ambil kesimpulan bahwa mahasiswa umumnya pasti memiliki banyak kesibukan dalam hal perkuliahan. Juga dalam hal-hal lainnya seperti disinggung sebelumnya. Lalu pertanyaannya, kalau sudah begitu kapan bisa mengkaji atau belajar Islam?

Tentu, jika kita terus-terusan menjadikan kesibukan sebagai tameng untuk tidak mengkaji Islam, sudah pasti, sampai lulus kuliah kita tidak akan bisa mengkaji Islam. Karena kesibukan akan datang silih berganti. Berharap mengkaji Islam hanya jika ada waktu kosong, saya kira sulit mencari momen tersebut. Padahal, kuliah dan mengkaji Islam adalah dua kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan.

“Kalau belajar Islamnya setelah lulus kuliah saja, masih bisa kan?”

“Iya memang bisa. Tapi apakah Anda yakin bahwa besok Anda masih diberi umur. Kalau mati muda?”

SKIP dah.

Lantas, bagaimana seharusnya mahasiswa mensiasati itu semua? Yang utama adalah mengubah cara pandang terlebih dahulu. Pemahaman yang harus kita tanamkan adalah, “jika saya memiliki banyak kesibukan, maka mengkaji Islam harus menjadi bagian yang membuat saya sibuk.” Bukan sebaliknya, “saya akan mengkaji Islam jika kuliah saya sedang santai dan ada banyak waktu luang.” Jadikan mengkaji Islam sebagai aktivitas prioritas, bukan sampingan belaka.

Di samping itu, perlu ada manajemen waktu yang baik. Ini sangat penting sekaligus menjadi kunci agar di tengah padatnya tugas dan kewajiban sebagai seorang mahasiswa, namun kita masih bisa memberikan porsi untuk belajar Islam. Biasakan membuat perhitungan kapan sebuah tugas atau kewajiban itu harus diselesaikan agar tidak mengganggu waktu yang lain, mengurangi aktivitas yang sama sekali tidak perlu dan tidak bermanfaat, dan jangan suka menyia-nyiakan waktu.

Masih banyak cara sebenarnya bagaimana menggunakan waktu dengan baik. Insya Allah akan saya bahas di tulisan saya selanjutnya. Itupun, kalau saya sedang tidak SIBUK. Wallahu al’lam bisshawab.

sumber gambar : youthmanual.com